Oleh : Sumiyati, S.Pd.I
Negara berdaulat, disegani negara lain ketika suatu negara
mampu menyelenggarakan pembiayaan negara secara mandiri, tanpa intimidasi
asing. Mungkinkah masih ada kedaulatan ketika terintimidasi utang luar negeri?
Seperti apakah gambaran Negara berdaulat tanpa utang luar negeri?
Bank Indonesia mencatat posisi Utang Luar Negeri (ULN)
Indonesia pada oktober 2022 mencapai US$ 390,2 miliar atau sekitar Rp 6.094
triliun (asumsi kurs Rp 15.618 per dolar AS). Angka utang ini turun
dibandingkan dengan posisi ULN pada september sebesar USD 396 miliar atau
sekitar Rp 6.169 triliun. (cnnindonesia.com, 15/12/2022)
Meskipun utang Pemerintah Indonesia diklaim turun tapi
hingga akhir Oktober 2022 mencapai Rp 6.000 triliun lebih. Dan itu adalah
jumlah utang yang sangat besar yang harus diwaspadai oleh pemerintah negeri
ini.
Pada kuartal ke III tahun 2015, utang Indonesia mencapai Rp
3.091,05 triliun. Ini berarti sejak tahun 2015 sampai tahun 2022 ini ada
peningkatan utang yang sangat besar. Utang luar negeri terbagi menjadi dua,
yaitu utang luar negeri pemerintah dan swasta, keduanya mengalami kenaikan.
Meskipun terjadi peningkatan jumlah utang yang signifikan,
pemerintah justru menyatakan kondisinya masih aman dan terkendali. Pemerintah
menilai utang negara masih aman karena tergolong ULN jangka panjang.
Dikatakan juga bahwa Rasio utang Indonesia terhadap Produk
Domestik Bruto (PDB) masih terjaga berada di sekitar angka 29,6 persen, yang
menurun dibandingkan dari bulan sebelumnya yaitu 30,1 persen, sebagaimana diketahui
berdasarkan UU no 17 tahun 2013, rasio utang dibatasi 60 persen.
Di sisi lain, banyak pihak termasuk beberapa pakar ekonomi,
pejabat negara bahkan rakyat dari berbagai kalangan pun turut mempertanyakan
kebijakan tersebut. Hingga memperingatkan bahwa jumlah utang Indonesia saat ini
pada kondisi mengkhawatirkan.
Di antara dari mereka bahkan memperingatkan akan
ancaman gagal bayar hutang (default),
sehingga pemerintah akan terus mencari dana talangan untuk menutupi defisitnya.
Jika hal ini terjadi, bukan tidak mungkin aset negara akan dijual untuk
menaikkan pendapatan dan membuka kran bagi para investor dalam negeri ataupun
luar negeri untuk kerjasama dalam berbagai sektor.
Ironi Negeri Kaya Terlilit Utang
Sungguh ironi, di negeri yang sangat kaya sumber daya alam
(SDA), tetapi bergantung pada utang untuk pembiayaan pembangunan dan sektor
publik lainnya.
Utang berperan penting dalam sistem Demokrasi Kapitalisme.
Saat ini ideologi kapitalisme adalah basis kekuatan dunia, terutama
negara-negara maju seperti Amerika, Rusia, Cina dan lainnya. Hal ini memiliki
pengaruh kuat terhadap utang yang menjadi beban negara Indonesia.
Dalam sistem ekonomi kapitalis, utang menjadi instrumen
penting. Ketika pendapatan negara yang didominasi pajak tidak mampu menutup
belanja negara, solusi yang diambil adalah utang. Dan dalam sistem ekonomi
kapitalisme dengan aturan keuangannya yang berbasis riba, sistem ekonomi yang
rusak. Sehingga, dianggap sah dan wajar jika suatu negara
butuh dana untuk pembiayaan pembangunan, untuk menggerakkan
roda perekonomian tapi tidak punya dana, maka alternatifnya dengan cara
berhutang.
Dalam sistem pendidikan kapitalis, konsep ini sudah
ditanamkan dan diarahkan dalam pemikiran kita, semenjak kita mulai sekolah
sampai tingkat praktisi, ditanamkan dalam pemikiran para generasi bahwa utang
memiliki peranan penting dari penempatan modal awal yang akan digunakan untuk
memulai suatu usaha hingga perluasan dan pengembangan bisnis yang dilakukan
individu maupun perusahaan.
Sesungguhnya menjadikan utang sebagai sumber utama pemasukan
negara adalah satu paradigma yang salah, sebab dari sisi hubungan luar negeri,
utang menjadi alat pengendali negara pemberi utang (kreditur) untuk mendominasi
kebijakan dalam negeri di negara-yang memiliki utang.
Adapun sisi dalam negeri, utang sebagai sumber pemasukan
negara menunjukkan adanya kesalahan tata kelola sumber daya alam yang sangat
melimpah ini. Dan apabila pengelolaan SDA dilakukan tepat sasaran, sungguh SDA
bisa menjadi pemasukan negara dalam jumlah yang besar.
Namun, sistem ekonomi kapitalis justru telah menjadikan negara-negara berkembang menjadi
negara tak berdaya. Akibat sistem ekonomi kapitalis yang diterapkan negara
tidak mengatur kepemilikan dengan benar. Sehingga potensi - potensi alam yang
sejatinya milik umum atau rakyat justru dikuasai individu ataupun korporasi.
Dan pemerintah sengaja membiarkan masyarakat ikut menderita dalam tumpukan
utang luar negeri dengan meningkatkan persentase pajak.
Utang Luar Negeri Adalah Alat Penjajahan Gaya Baru
Utang adalah skema kapitalisme global untuk menjerat negara
- negara berkembang agar terus bergantung pada negara kreditur.
Abdurrahman Al Maliki dalam bukunya Politik Ekonomi Islam,
mengatakan sesungguhnya utang luar negeri ketika digunakan untuk pendanaan
proyek-proyek milik negara adalah hal yang berbahaya terutama terhadap
eksistensi negara itu sendiri. Akibat lebih jauh adalah membuat masyarakat
tersebut makin menderita karena ini adalah untuk menjajah suatu negara.
Sebagai contoh adalah negara mesir yang dijajah Inggris
melalui jalur utang. Begitu juga negara - negara Barat membentangkan
hegemoninya terhadap daulah Utsmaniyah pada masa akhir kekuasaannya juga
melalui jalur utang.
Sehingga karena utang yang menumpuk Daulah Utsmaniyah yang
ditakuti oleh Eropa selama 5 abad, sejak muhammad al fatih menaklukkan
konstantinopel tahun 1453, akhirnya menjadi negara yang lemah, tak berdaya.
Akibatnya negara ini dimanfaatkan oleh gerakan Zionis Internasional, Theodore
Hertzel pada tahun 1897 menemui sultan Hamid II untuk meminta izin agar dapat
membangun tempat ziarah yahudi di palestina, Yerusalem dengan imbalan akan
melunasi seluruh utang - utang Turki. Padahal ini tipu daya yang merugikan
kedaulatan Kekhilafahan Utsmaniyah.
Begitupun dengan negara Zimbabwe harus mengganti mata uang
negaranya menjadi yuan per 1 januari 2016, karena tidak mampu membayar utang
kepada Cina. Utang 40 juta dollar AS tersebut jatuh tempo pada akhir Desember
2015.
Selain itu, Srilanka juga mau tidak mau harus menyerahkan
pelabuhan ke Cina karena gagal bayar utang, kemudian ada negara Yunani,
Argentina, Venezuela, dan Equador yang juga gagal bayar utang (default).
Kalau kita lihat sepak terjang negara - negara Barat sebelum
perang dunia pertama dan setelahnya, menempuh cara dengan memberikan uang
sebagai utang dimana kemudian utang akan melakukan intervensi dan kemudian
mendudukinya.
Indonesia semestinya belajar dari negara - negara yang colaps akibat gagal
bayar utang. Sebab hal ini tentu akan menghilangkan kemandirian negara ini
akibat keterbelengguan atas kekuasaan oleh negara pemberi utang.
Pada akhirnya arah pembangunan negeri ini penuh dengan
kompromi dan dikendalikan pihak asing, dengan serta merta membuat Indonesia
semakin terjepit dan terbelenggu dalam kebijakan-kebijakan yang dibuat negara
pemberi utang.
Utang luar negeri yang diberikan pada negara peminjam
sejatinya merupakan senjata politik negara-negara kepada negara lain, yang
kebanyakan negara- negara muslim untuk memaksakan kebijakan politik, ekonomi, terhadap kaum
muslim. Tujuan mereka bukan untuk membantu negara lain, melainkan untuk
keuntungan dan eksistensi mereka sendiri. Mereka menjadikan negara pengutang
sebagai alat untuk mencapai kepentingan mereka
Disamping itu juga, utang luar negeri sebenarnya sangat
melemahkan dan membahayakan sektor keuangan negara peminjam. Pasalnya, utang
jangka pendek berbahaya karena akan dapat menghancurkan mata uang domestik dan
akhirnya dapat memicu kekacauan ekonomi dan keresahan sosial. Sebab ketika
jatuh tempo tidak bisa dibayarkan dengan mata uang negara pengutang (debitur),
tapi misalkan harus menggunakan mata uang US dollar atau hard money lainnya.
Sehingga, negara pengutang akan kesulitan untuk melunasi mata uang tersebut,
ini akan berdampak pada keterpaksaan pembelian dollar, dimana dolar akan dibeli
dengan harga sangat tinggi terhadap mata uang lokal, sehingga akhirnya akan
membawa kemerosotan nilai mata uang lokal.
Konsekuensi buruk jangka pendek lainnya, ketika kondisi
penurunan terus terjadi, negara debitur harus mendatangi International Monetary Fund (IMF). Mata
uangnya jadi di bawah kendali IMF yang akan memaksa negara yang terjerumus
untuk menjual komoditi berharganya seperti barang tambangnya ke luar negeri
dengan harga murah.
Adapun utang jangka panjang, juga berbahaya karena akan
memunculkan kekacauan APBN, hingga merusak kedaulatan. Sehingga harus dilunasi
dengan menjual berbagai aset - aset strategis negara. Kemudian hampir semua
kebijakan publik dapat diintervensi negara-negara pemberi utang (kreditur).
Bahaya ini menyasar politik negara, yaitu terkait
kedaulatan. Karena kedaulatan ataupun kemandirian negara tidak lagi dimiliki
ketika suatu negara gagal membayar utang.
Dari sini dapat dilihat bahwa utang merupakan alat
penjajahan modern bagi negara kapital untuk menguasai dunia. Sehingga
kedaulatan suatu negara akan tergadaikan akibat utang luar negeri. Untuk itu
Islam mampu menyelesaikan segala permasalah termasuk masalah Utang luar negeri.
Sistem Keuangan Islam Adalah Solusi
Dalam sudut pandang Islam, syarat negara itu disebut sebagai
negara berdaulat adalah ketika kedaulatan negara ada pada hukum-hukum syariah.
Karena itu haram kedaulatan negara disandarkan pada negara-negara kafir melalui
Utang luar negeri dan jebakan utang.
Dalam sistem Islam terutama pada saat Daulah Islam berkuasa,
sistem politik Ekonomi Islam akan menjadikan negara Islam yang kuat dan
berdaulat serta tidak tunduk pada asing. Hal ini didukung sistem keuangan
negara yang tidak bertumpu pada utang maupun pajak. Sistem itu disebut Baitul
mal. Baitul Mal adalah sistem keuangan negara yang memiliki beragam penerimaan
yang memicu produktivitas.
Terdapat tiga pos penerimaan besar baitul mal, masing-masing
mempunyai pemerincian pos yang beragam yaitu : 1). pos yang berasal dari zakat
mal, 2). aset kepemilikan umum dan 3). kepemilikan negara dari berbagai sumber
dan dengan sistem anti ribawi negara tidak terbebani jeratan bunga utang sehingga
kemandirian dan kedaulatan negara dapat terjaga dan potensi penutupan kebutuhan
dari utang luar negeri dapat dihindari.
Di samping itu Daulah Islam juga menyelesaikan problem
ekonomi yang memicu terjadinya defisit anggaran, diantaranya daulah menekan
segala bentuk kebocoran anggaran. Seperti korupsi, atau anggaran memperkaya
diri pejabat negara.
Di sisi lain Daulah juga mencegah segala bentuk pemborosan
dana. Proyek-proyek pembangunan ekonomi yang tidak strategis dalam jangka
panjang dan tidak sesuai dengan
kebutuhan rakyat tidak akan dijalankan. Daulah juga melakukan pengembngan dan
pembangunan kemandirian dan ketahanan pangan sehingga terhindar dari
ketergantungan impor.
Sistem ini sudah dijalankan lebih dari 1.400 tahun lebih.
Keberhasilan sistem ekonomi di masa Daulah nampak pada masa Umar bin abdul Aziz
dimana negara bahkan kesulitan mendistribusikan zakat mal karena kesejahteraan
rakyat sudah merata.
Rakyat juga tidak terbebani karena Daulah tidak menerapkan
sistem pemungutan pajak di berbagai sektor. Sehingga tidak ada masalah
kemiskinan massal dalam sejarah Daulah Islam. Berbeda dengan sistem demokrasi
kapitalis yang menimbulkan kemiskinan massal.
Oleh karena itu, deretan utang negara pada keuangan negara
hanya bisa diselesaikan sistem keuangan
Islam, yaitu dengan Baitul Mal sebagaimana dicontohkan dalam sistem Politik
Islam. Sehingga kita dapat membangun negara yang mandiri dan berdaulat tanpa
intervensi negara lain. Wallahu 'a'lam bish-shawab.***
Penulis, Pegiat Literasi Islam, Pekanbaru - Riau
Posting Komentar