Oleh : Riska Oktavina
TAMPAKNYA, negara Indonesia semakin memberikan dukungan kepada masyarakat untuk menerapkan adanya toleransi dalam beragama. Hal ini tercermin dari upaya memeriahkan perayaan Natal dengan memasang ornamen natal di berbagai kawasan. Selain itu juga penghargaan yang diberikan kepada kota yang dinilai peduli tentang HAM, dimana salah satu indikator yang menjadi penilaian adalah pemenuhan hak atas keberaganan dan pluralisme.
Namun pertanyaannya, apakah mewujudkan toleransi beragama itu harus dengan turut berpartisipasi ?
Pemerintah Kota Palangka Raya Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) meraih penghargaan Kota Peduli HAM dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).
Sekda Kota Palangka Raya, Hera Nugrahayu, mengatakan bahwa penghargaan ini adalah hasil kolaborasi seluruh pihak terkait di Palangka Raya dalam memenuhi dan memastikan hak asasi manusia terjamin dan terlayani.
Hera pun berharap seluruh jajarannya serta seluruh pihak terkait terus memacu semangat dalam memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat sebagai salah satu upaya pemenuhan hak asasi manusia sebagai warga negara.
Dia menambahkan selama ini Pemko terus memberikan perhatian serius dan bekerja keras untuk melaksanakan program perlindungan dan pemenuhan HAM. (Borneonews.co.id, 15/12/22).
Sedangkan wujud toleransi ala moderasi beragama, yang merupakan perwujudan dari paham pluralisme tampak dengan turutnya kota Surabaya dalam meramaikan dan menyemarakkan perayaan Natal, dengan memasang berbagai ornamen dan hiasan Natal di beberapa tempat.
Ornamen tersebut terpasang di kawasan jantung Kota Surabaya. Diantaranya, di kawasan Monumen Bambu Runcing Jalan Panglima Sudirman (Pangsud), Plaza tengah Alun-Alun Surabaya, halaman luar dan dalam, serta teras kanopi Balai Kota Surabaya.
Masyarakat pun dapat menikmati keindahan ornamen tersebut pada malam hari, yang diramaikan dengan keindahan rangkaian lampu warna-warni berbentuk pohon cemara.
Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Surabaya, Agus Hebi Djuniantoro menjelaskan bahwa Kota Surabaya merupakan kota pluralisme atau paham atas keberagaman. Karenanya, harus difasilitasi dengan memasang ornamen tematik Natal yang dilakukan saat memasuki bulan Desember 2022.
Agus menambahkan, setelah selesai momen Natal ini kita ganti yang lain. Kalau pas (waktu) perayaan agama Budha ya kita pasang ornamen Budha. Kalau pas Idul Fitri kita pasang ornamen Idul Fitri. Kita lakukan (pasang) di jalan protokol, seperti Jalan Pangsud, Jalan Basuki Rahmat (Basra), lalu di Balai Kota. (Suarapubliknews.net, 17/12/22).
Moderasi beragama sendiri lahir dari rahim pluralisme yang menganggap semua agama sama. Atau dengan kata lain menganggap semua agama benar.
Menjadi suatu hal yang patut dipertanyakan sebenarnya dengan seruan toleransi yang digaungkan pemerintah. Sebab disini pemerintah menginstruksikan masyakat yang beragama lain untuk turut merayakan dan ikut dalam perayaan hari besar keagaaman yang bukan agamanya.
Seorang Pahlawan nasional, Buya Hamka pernah menyatakan, orang yang mengatakan bahwa semua agama itu sama dan benar, sebenarnya orang itu tidak beragama.
Toleransi dalam pandangan Islam
Toleransi dalam pandangan Islam sudah jelas, sebagaimana firman Allah SWT dalam ayat terakhir dalam surat Al - Kafirun yang bermakna "Untukmu agamamu, dan untukku agamaku".
Jangankan ikut menyemarakkan dengan membuat ornamen perayaan agama lain. Mengucapkan selamat untuk perayaan hari agama lain saja jelas tidak dibenarkan dalam Islam, karena makna ucapan tersebut mengandung arti yang dapat membahayakan aqidah umat Islam.
Menurut Ustadz Ismail Yusanto, batas toleransi kita adalah membiarkan mereka beribadah menurut agama mereka. Maka tidak sepatutnya bagi seorang muslim, untuk turut berpartisipasi dalam perayaan agama lain.
Di dalam Islam, seseorang tidak dipaksa untuk masuk ke dalam Islam, tetapi ketika seseorang memilih Islam sebagai agamanya, maka ia tidak dibenarkan untuk melakukan hal-hal yang dapat membahayakan aqidahnya. Sebab Islam sangat menjaga aqidah umatnya.
Namun saat ini penjagaan aqidah oleh negara ini belum terwujud, sebab saat ini sistem pemerintahan kita bukan berdasarkan syariat Islam.
Maka, sebagai seorang muslim sudah sepatutnya kita menolak ide moderasi beragama yang mengandung bahaya ini. Dan sudah semestinya negeri ini kembali kepada aturan Islam secara kaffah.***
Penulis pegiat literasi Islam asal Inhil
Posting Komentar