Resolusi Akhir Tahun 2022 : Pemuda Sehat, Pemuda Dambaan Umat

 



Oleh : Yenni Sarinah, S.Pd

KETIKA berbicara tentang pemuda, semua mata akan melihat masa depan penuh harapan. Bagaimana tidak, pemuda adalah cikal bakal pelanjut perjuangan umat manusia di masa depan. Pemuda yang baik akan menghasilkan peradaban yang gemilang. Sedangkan pemuda yang tidak baik akan menghadirkan kepincangan dan kerusakan bagi peradabannya di masa akan datang. Pemuda sehat, pemuda dambaan umat, mampukah mereka hadir tanpa naungan Sistem Islam?

Sabtu, 31 Desember 2022 tinggal beberapa hari lagi. Resolusi akhir tahun 2022 tampaknya akan difokuskan pada pemuda dan peran mereka bagi peradaban. Sebagaimana harapan umat, pemuda sehat wajib menjadi target utama perbaikan di era 2023. Karena terlihat dengan data, bahwa pemuda belakangan ini mengalami banyak gangguan psikologis, yang menjerat mereka pada arah tuju yang tak menentu.

 

Pemuda Di Ambang Pintu Gangguan Mental

Miris, penelitian dari Indonesia National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS), terkait survei kesehatan mental nasional pertama yang mengukur angka kejadian gangguan mental pada remaja 10—17 tahun di Indonesia, menunjukkan bahwa 1 dari 3 remaja Indonesia memiliki masalah kesehatan mental, sedangkan 1 dari 20 remaja Indonesia memiliki gangguan mental selama 12 bulan terakhir. Angka ini setara dengan 15,5 juta dan 2,45 juta remaja. (merdeka.com, 16/12/2022)

Dan pada lain data, Kepala BKKBN Hasto Wardoyo pada Rabu (29-6-2022) menyebutkan ada tiga ancaman utama terhadap generasi muda Indonesia saat ini, yaitu stunting, mental emotional disorders, serta narkotika. Berdasarkan riset, gangguan emosi mental terus meningkat, yakni dari 6,1% (2021) menjadi 9,8% (2022). (muslimahnews.net, 26/12/2022)

Perbandingan ini menjadi alarm bahwa pemuda kita sedang dalam ancaman besar. 1 berbanding 3 adalah indikasi melemahnya sistem yang diadopsi saat ini dalam menjaga generasi muda. Sehingga peran pemuda yang seharusnya optimal pada pengembangan keilmuan dan pencetus berbagai solusi, menjadi terhambat dengan ancaman gangguan mental ini. Walaupun World Federation of Mental Health (WFMH) sejak 1992 selalu mensosialisasikan pentingnya menjaga kesehatan mental, namun solusi yang mereka sosialisasikan tak membuahkan hasil yang signifikan.

 

Akar Masalah Kerusakan Mental Pemuda

Setidaknya ada beberapa manfaat yang didapat jika mental pemuda sehat, diantaranya : pemuda menjadi lebih kuat dalam menghadapi tantangan terutama tantangan resesi yang akan melanda dunia 2023 nanti; menghadirkan citra diri yang positif dan berdampak positif bagi lingkungan sekitar; menghadirkan hubungan sosial yang sehat; menghadirkan pemuda yang lebih produktif; lebih sehat jasmani dan rohaninya; serta menjadikan pemuda memiliki kualitas hidup yang lebih tinggi.

Tentu cita-cita semacam ini tidak akan mampu ditumbuhkan pada pemuda yang jauh dari Islam apalagi disistemkan dengan sistem yang menjauhkan pemuda dari Islam (sekularisme) yang selama ini  menjadi biang kerusakan di segala lini. Pasalnya, sekularisme hadir dan didukung eksploitasinya oleh sistem rusak kapitalisme. Inilah akar masalah utama mengapa pemuda lebih mudah terpapar gangguan mental dan sulit keluar dari masalah ini.

Sekularisme mendukung pemuda untuk terpapar masalah mental secara kompleks, tidak hanya faktor intern, namun juga faktor ekstern menjadi biang utama gangguan mental pemuda. Mulai dari pola asuh yang toxic, disharmoni keluarga, serta dampak ekonomi, budaya, media sosial, hingga orientasi materi yang dihadirkan oleh sistem rusak kapitalisme kian menekan mental pemuda yang kosong dari spiritual akibat sekularisme yang menjauhkan nilai agama dari kehidupan.

Hingga jiwa pemuda yang kosong ini terisi dengan nilai-nilai negatif yang menghanyutkan akal sehat mereka menjauh dari perkembangan yang bernilai positif. Padahal semua tahu, jiwa tanpa agama, akan mudah rusak dibandingkan jiwa yang dijaga dengan agama. Dengan bermaksiatnya sistem rusak kapitalisme ini menjadikan pemuda lahir dengan jiwa yang rapuh dan goyah, hingga apapun yang merusak akan mudah terserap di akal mereka, tanpa mereka sadari baik atau buruknya.

 

Kekhilafahan Islam Hadirkan Pemuda Bervisi Misi Akhirat

Ironisnya, saat ini kaum muslim hidup dalam negara kapitalis yang memberlakukan prinsip “survival of the fittest” yang secara kasarnya dapat dibahasakan “Siapa yang kuat yang bertahan”. Berbeda halnya dengan kekhalifahan pada masa peradaban Islam, negara dan penguasa harus menjalankan tugas sebagai junnah, yakni pelindung dan pengayom umat.

Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya imam (khalifah) itu (laksana) perisai, (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)nya. Jika seorang imam (Khalifah) memerintahkan supaya bertakwa kepada Allah ’Azza wa Jalla dan berlaku adil, maka ia (khalifah) mendapatkan pahala karenanya; dan jika ia memerintahkan selain itu, maka ia akan mendapatkan siksa.” (HR Bukhari, Muslim, An-Nasa’i, Abu Dawud, Ahmad).

Islam telah lama menghadirkan solusi dari segala macam permasalahan hidup. Sejak 1400 tahun yang lalu telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW., pilihannya hanya satu, mau atau tidak, kita sebagai manusia mengambil solusi itu untuk diterapkan di kehidupan kita.

Masalah pemuda ini kompleks karena pengadopsian sistem yang salah. Maka untuk memperbaiki kerusakan yang kian menjalar ini, jawabannya hanya satu, pergantian sistem hidup dari sistem rusak kapitalisme ke sistem Islam yang paripurna.

Islam memandang bahwa kehidupan dunia sebagai wahana sementara yang menentukan kehidupan abadi selanjutnya. Sehingga ketika manusia, alam semesta dan kehidupan ini diciptakan, Tuhan semesta Alam tidak sekedar menciptakan, Ia juga menjadikan bumi ini teratur dengan turut menurunkan aturan yang komprehensif yang dibawa oleh Islam. Dari bangun tidur hingga tidur lagi pun ada aturannya. Dari masalah individu, dan ketika individu itu bermasyarakat hingga bernegara juga ada aturannya. Aturan ini telah tuntas dicontohkan oleh Rasulullah Saw. hingga aturan ini sesuai dengan fitrah manusia, menentramkan hati dan bisa diterima akal sehat.

Islam memiliki pandangan yang khas terhadap pemuda. Bagi Islam, pemuda adalah generasi pencetak peradaban gemilang. Sebagaimana pemuda yang pernah tercatat dalam sejarah Islam yang terkenal dengan peran-peran heroik mereka pada masanya.

Mulai dari era khulafaur rasyidin, seperti Ali bin Abi Thalib (sahabat paling cerdas dan bertubuh kuat), Usamah bin Zaid (remaja pemimpin Perang Qadisiyah); hingga era kekhalifahan setelahnya, seperti Imam Syafi'i (anak yatim yang menjadi ulama besar pada usia yang sangat muda), Imam Abu Hanifah (pemuda yang menghabiskan waktunya dengan banyak membaca), Shalahuddin al-Ayyubi (pembebas Al-Quds), Al-Khawarizmi (penemu angka nol), dan Muhammad al-Fatih (penakluk Konstantinopel).

 

Politik Islam, Benteng Pemuda Dari Gangguan Mental

Dalam pandangan politik Islam, negara yang menerapkan sistem Islam kaffah akan meminimalkan dan menghilangkan segala hal yang bisa menyebabkan rakyatnya mengalami gangguan mental. Upaya-upaya tersebut meliputi berbagai aspek kehidupan dan politik Islam ini lah simpul utama yang berperan penting sebagai penjaga (perisai) pemuda dari pengaruh buruk dunia barat yang menginginkan pemuda lahir menjadi lebih rendah dari hewan.

Pendidikan Islam, Menjaga Pola Asuh

Dalam pendidikan Islam, kurikulum pendidikan akan diarahkan dengan asas aqidah Islam, yang bertujuan untuk membentuk kepribadian Islam yang kuat dan keterampilan hidup yang mendukung pada kemaslahatan umat. Sedangkan visi pendidikan Islam ini adalah mencetak generasi pemuda tangguh bermental pemimpin dan pejuang, bukan untuk menyiapkan buruh murah bagi korporasi, apalagi menjadi budak perahan kapitalistik yang menjadi jurang pemisah antara si kaya dan si fakir kian menganga.

Kurikulum pendidikan juga turut mempersiapkan pemudi (muslimah) menjadi calon ibu pemimpin umat dan mempersiapkan pemuda (muslim) menjadi calon ayah pemimpin umat. Hal ini bisa mencegah sejak awal berbagai masalah, semisal disharmoni keluarga, serta fatherless (hilang peran ayah karena sibuk bekerja) atau motherless (hilang peran ibu karena bekerja sebagaimana tuntunan hedonisme) yang berdampak luka pengasuhan hingga berakibat gangguan mental.

 

Ekonomi Islam, Penjamin Ekonomi Kondusif

Dalam aspek ekonomi, negara Islam akan menjamin pemenuhan kebutuhan pokok rakyatnya, baik secara langsung (khusus bagi golongan yang tidak mampu karena fakir miskin, tua, sakit, cacat, dan yatim piatu) maupun tidak langsung. Caranya dengan menciptakan iklim kondusif untuk mencari nafkah yang tidak akan dipersulit, baik dengan berbisnis atau bekerja yang layak. Jaminan ekonomi seperti ini akan menciptakan ketenangan di tengah masyarakat.

 

Pergaulan Islam, Pionir Pencegah Kerusakan Mental Pemuda

Dalam aspek pergaulan, negara Islam akan menciptakan iklim pergaulan yang aman dari segala bentuk kemaksiatan, tindakan asusila, pornografi, pornoaksi, kejahatan seksual dan aseksual, perundungan, dan sebagainya. Karena Islam menerapkan larangan pergaulan bebas dan mengatur pergaulan laki-laki dan perempuan agar terhindar dari khalwat (berdua-duaan antar lawan jenis) dan ikhtilat (campur baur antara laki-laki dan perempuan bukan mahram). Walhasil, kerusakan tatanan keluarga dan kekerasan seksual penyebab gangguan mental pun dapat dicegah.

 

Sistem Kesehatan Islam, Cegah Gangguan Mental

Dalam aspek medis, negara Islam akan melakukan rehabilitasi medis dan non-medis terhadap orang-orang yang mengalami gangguan mental, melalui orang-orang yang berkompeten dan dengan pembiayaan penuh oleh negara, sehingga keluarga tidak terbebani apalagi berpasrah diri dengan gangguan mental anak generasinya.

Tercatat dalam sejarah peradaban Islam, Khilafah memperkenalkan rumah sakit jiwa (RSJ) dan metode pengobatan sakit mental 10 abad jauh sebelum Eropa. Dan Hasil studi Marwan Dwairy (1998) dalam bukunya, Mental Health in the Arab World (publikasi Elsevier Science) menyatakan bahwa RSJ pertama di dunia dibangun di negara-negara Arab, berawal di Kota Baghdad, kemudian Irak (705), Kairo (800), dan Kota Damaskus (1270). Dengan para dokter dan psikolog muslim lah yang menemukan bentuk terapi bagi penderita sakit jiwa, seperti psikoterapi, musik terapi, serta terapi konseling dan pengobatan lainnya.

Ath-Thabari dalam kitabnya, Firdaus al-Hikmah, yang ditulisnya pada abad ke-9, telah mengembangkan psikoterapi untuk menyembuhkan pasien yang mengalami gangguan jiwa. Al-Farabi (872—950), seorang ilmuwan termasyhur, menuliskan risalah terkait psikologi sosial dan berhubungan dengan studi kesadaran dalam karyanya, Al-Musiqa al-Kabir (The Great Book of Music).

Ini menjadi bukti begitu heroiknya Islam dalam mengentaskan semua permasalahan di muka bumi ini. Tentu bukan karena aspek manusianya saja, namun turut hadir syariat yang datang paripurna dari pencipta Alam semesta, manusia dan kehidupan ini yang dirangkum dalam satu bentuk bernama sistem Islam.

 

Hukum Islam, Mencegah Kejahatan

Dalam aspek hukum dan perundang-undangan, negara Islam akan membuat produk hukum yang mencegah terjadinya kejahatan, serta memberikan sanksi tegas dan menjerakan terhadap para pelaku kejahatan. Misalnya, hukum qisas bagi pembunuh (lihat QS Al-Baqarah: 179), cambuk/rajam bagi pelaku perkosaan, dan sebagainya. Hal ini bertujuan agar tidak ada perilaku jahat rakyat yang menyebabkan orang lain mengalami gangguan mental dan sejenisnya, dan hukum ini terlihat sadis oleh pengusung hak asasi manusia (HAM) namun hukuman ini solusi komprehensif yang menjerakan. Sehingga ketika hukuman ini dipublikasikan massal, akan berdampak pada masyarakat luas, hingga mereka enggan melakukan hal yang serupa.

Seperti inilah gambaran solusi komprehensif dari Islam dalam mencegah dan mengatasi masalah mental pemuda muslim hingga akhirnya lahirlah generasi tangguh secara massal. Semua dilandasi kecintaan pemimpin kepada rakyatnya untuk menjalankan fungsi negara sebagai pelindung atas rakyatnya, serta ketundukan masyarakat pada aturan agama yang dibuat oleh penciptanya yaitu Allah SWT bukan aturan yang diada-adakan oleh manusia yang lemah lagi terbatas jangkauan akalnya.

Solusi tersebut hanya dapat terwujud apabila sistem sekuler kapitalisme - yang berjalan saat ini di seluruh dunia - dicabut dari akarnya, lalu menggantinya dengan sistem Islam. Semua itu perlu usaha dan peran dari seluruh kaum muslim untuk mewujudkannya, tidak hanya peran sekelompok masyarakat yang menginginkan kembalinya sistem Islam ini, juga harus ada peran media yang terus menerus mengedukasi masyarakat lain untuk meminta hukum Islam ini diterapkan di tengah-tengah masyarakat luas. Sehingga pemuda sehat, pemuda dambaan umat segera hadir membawa perubahan besar dan peradaban gemilang.

Wallahu A'lam bish-shawab.***

 

Penulis, Pegiat Literasi Islam Selatpanjang, Tim Media Komunitas Remaja Muslimah Meranti, Riau

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama