![]() |
Yuni Oktaviani, S.Psi |
Oleh : Yuni Oktaviani, S.Psi
RAMALAN terjadinya resesi global cukup mengancam dunia, terutama negara berkembang. Belum selesai perkara lapangan kerja, pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran sudah mulai terjadi kembali di beberapa perusahaan besar. Pemerintah bersama Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) tentunya tidak tinggal diam. Revitalisasi pelatihan vokasi sebagai salah satu solusi menghadapi ancaman tingginya angka pengangguran yang berdampak pada pertumbuhan ekonomi pun diciptakan. Apakah kebijakan ini sudah cukup efektif memberikan solusi dari permasalahan yang ada?
Dikutip dari majalahindonesia.id (31/10/22), Kementerian Koordinator Bidang Ekonomi menyambut baik langkah-langkah Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) untuk terus mendorong peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dan produktivitas tenaga kerja melalui penyelenggaraan pelatihan vokasi.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya kepada insan pelatihan vokasi, Dunia Usaha dan Dunia Industri (DUDI), serta seluruh pemangku kepentingan lainnya yang telah bekerja sebaik-baiknya untuk pelatihan vokasi di Indonesia lebih baik.
Sepertinya peningkatan SDM menjadi fokus pemerintah dewasa ini. Terlebih pada pendidikan dan pelatihan vokasi di Indonesia yang diharapkan mampu memberikan sumbangsih untuk terciptanya kesejahteraan masyarakat.
Meskipun sudah berjalan lama, pelatihan vokasi tampaknya tetap menjadi wacana pemerintah dalam memberantas tingginya angka pengangguran sementara lapangan pekerjaan sangatlah minim. Tampak jelas dengan insentif super tax deduction yang disediakan oleh pemerintah bagi perusahaan yang melakukan kegiatan vokasi, seperti pemagangan, Praktek Kerja Lapangan (PKL), dan lainnya.
Begitupun, Menteri Tenaga Kerja (Menaker) Ida Fauziyah yang telah meresmikan gedung untuk pengembangan Balai Latihan Kerja Maritim di kawasan Balai Besar Pelatihan Vokasi dan Produktivitas (BBPVP) di Medan. Kebijakan ini khususnya dilakukan untuk pemulihan ekonomi yang sempat melemah akibat pandemi COVID-19
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) akan mengandalkan pelatihan vokasi dan produktivitas untuk mendorong penyerapan tenaga kerja sehingga diharapkan roda perekonomian bisa kembali normal setelah dua tahun dihantam COVID-19 yang berdampak pada banyaknya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Selain mengandalkan penyerapan tenaga kerja dari swasta, kementerian juga mendorong terciptanya lapangan kerja baru melalui aktivitas UMKM yang diciptakan para lulusan pelatihan vokasi nantinya. (antaranews.com, 17/05/22)
Pertanyaan besarnya, apakah dengan revitalisasi pelatihan vokasi yang dimaksud sudah tepat dalam memberantas angka pengangguran dan terciptanya lapangan pekerjaan di tengah masyarakat? Sementara dunia saat ini mengalami ancaman resesi dan gelombang PHK bisa saja terulang kembali ?
Pendidikan Vokasi dalam Kungkungan Kapitalisme
Dalam sistem kapitalisme, kesejahteraan individu diukur dari seberapa besar pendapatan yang dihasilkan. Tak ayal, masyarakat berlomba-lomba untuk bisa mendapatkan pekerjaan yang layak dengan upah atau gaji yang juga tinggi, atau cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Pendidikan vokasi yang mendasari terciptanya pelatihan vokasi ini menjadi angin segar dengan fakta bahwa tidak perlu menjalani bangku perkuliahan untuk bisa mendapatkan sebuah pekerjaan. Sementara, pendidikan tingkat tinggi seperti bangku perkuliahan saja cukup menghabiskan dana dan tidak menjamin bisa mendapatkan pekerjaan setelah lulus.
Hal ini yang mendasari pemerintah di bawah naungan Kemenaker melakukan revitalisasi atau menghidupkan kembali pelatihan vokasi. Pertanyaannya apakah sudah efektif memberikan solusi revitalisasi pelatihan vokasi ini untuk masyarakat pencari kerja lebih sejahtera?
Faktanya saat ini sekolah atau institusi pendidikan yang ada di Indonesia dijadikan sebagai alat industrialisasi sehingga pendidikan berjalan sesuai kepentingan industri.
Belum lagi, pembajakan fungsi pendidikan bagi kepentingan tertentu yaitu korporasi, bukan bagi pengabdian ilmu itu sendiri sebagai sarana pembentukkan sumber daya manusia (SDM) untuk memakmurkan masyarakat.
Pendidikan vokasi yang di ancang-ancang dapat memberikan kemudahan meraih pekerjaan pun juga tidak memberikan solusi ditilik dari tingginya biaya pendidikan vokasi dan prakteknya yang mana tidak dapat dijangkau oleh semua elemen masyarakat.
Bagaimana mungkin pelatihan vokasi tersebut dapat memulihkan ekonomi yang sempat melemah ditambah lagi terciptanya lapangan kerja baru dengan fakta bahwa biaya pendidikan vokasi itu sendiri saja tidaklah murah dan tingginya persentase angka pengangguran masih diduduki oleh lulusan sekolah vokasi dari data BPS bulan februari 2022?
Data ini membuktikan bahwa revitalisasi pelatihan vokasi masih jauh dari harapan karena pada dasarnya skill dan kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan tidak lepas dari kualitas dan sistem pendidikan yang dikelola oleh negara. Apabila arah pendidikan negara masih berbasis kapitalisme, yaitu pengembangan pendidikan untuk pertumbuhan ekonomi, maka akan sangat sulit untuk melahirkan SDM yang berkualitas dan sejahtera yang mampu menciptakan lapangan kerja di tengah masyarakat saat ini.
Pendidikan Vokasi dalam Sistem Islam
Sejatinya masyarakat tidak butuh revitalisasi pelatihan vokasi, tetapi butuh ri'ayah (pengurusan) hak-hak mereka oleh negara. Hak hidup aman, sejahtera, adil, dan hak menuntut ilmu serta mendapatkan pekerjaan dengan upah yang layak, bahkan masyarakat berhak untuk mendapatkan hak hidup sesuai fitrah dengan menerapkan Islam secara menyeluruh (kaffah), dimana semua hak-hak ini tidak mungkin bisa terealisasi dalam sistem kapitalisme.
Negara yang mampu menunaikan semua hak rakyatnya adalah negara yang memiliki fungsi sebagai pelayan rakyat, bukan regulator. Tentu saja negara seperti ini hanya ditemukan dalam sistem pemerintahan Islam.
Negara dalam Islam akan tunduk dengan aturan Allah, dimana Allah telah mengatur tata cara pemenuhan hak-hak rakyat tanpa terkecuali. Prinsip yang diterapkan oleh negara sebagai pelayan rakyat bukanlah prinsip untung rugi, melainkan rakyat adalah amanah yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah kelak.
Dengan dasar ini pula, pendidikan vokasi dalam Islam diselenggarakan dengan asas aqidah Islam. Pendidikan vokasi sebagai bagian dari sistem pendidikan secara umum yang bertujuan membentuk SDM yang berkepribadian Islam, disamping penguasaan ilmu-ilmu terapan.
Kurikulum pendidikan vokasi membekali lulusannya dengan ilmu-ilmu terapan yang dibutuhkan masyarakat, bukan mengikuti keinginan pihak korporat atau pebisnis yang selama ini menetapkan pasar bagi produksi-produksinya.
Dan dalam sistem Islam sudah jelas bahwa ilmu tidak difungsikan sebagai faktor produksi atau alat pertumbuhan ekonomi, dan bukan demi kepentingan materi, melainkan untuk kepentingan syariah, halal dan haram menjadi tolok ukur.
Negara akan bertanggung jawab penuh menyelenggarakan pendidikan vokasi seperti dalam membuat kurikulum, penyediaan sarana pendukungnya yaitu guru atau dosen berkualitas, perangkat pembelajaran, laboratorium praktek, hingga asesmen untuk memastikan lulusannya memiliki kompetensi. Negara wajib menyelenggarakannya dengan biaya yang terjangkau bahkan gratis.
Dalam sistem Islam, negara bersikap politik mandiri atau tidak dipengaruhi oleh kebijakan politik negara lain termasuk dalam hal sistem pendidikannya. Demikian pula dalam hal penyediaan lapangan kerja, dan sistem kehidupan Islam yang menyeluruh, negara akan bertanggung jawab penuh. Maka, pendidikan vokasi akan menghasilkan lulusan yang mampu memanfaatkan ilmunya dalam berbagai bidang kehidupan.
Oleh karena itu, sejatinya pendidikan vokasi dalam sistem kapitalisme tidak mampu memberikan kesejahteraan dan membentuk SDM yang berkualitas. Lulusannya hanya menjadi mesin uang bagi kepentingan korporat atau industri bukan bagi masyarakat pencari kerja itu sendiri.
Pendidikan vokasi dewasa ini membutuhkan sistem tata kelola shahih yang menghasilkan SDM yang ahli dibidang terapan bagi pemenuhan semua sendi kehidupan bermasyarakat. Hal ini hanya akan terwujud dengan sistem pendidikan Islam di bawah sistem pemerintahan Islam yang menyeluruh di segala lini (sistem Islam kaffah). Wallahu a'lam bish-showab.***
Penulis, Pegiat Literasi Islam, Pekanbaru-Riau
Posting Komentar