Ketika Islam Dianggap Impor

Alfiah, S.Si


Oleh : Alfiah, S.Si


Ada-ada saja ucapan Yaqut. Lagi-lagi mengeluarkan ucapan yang kontroversial dan menimbulkan kegaduhan. Menteri Agama yang seharusnya adalah sosok yang paham agama, justru sosok yang meragukan bahkan menistakan agamanya sendiri. 


Yah ... Menteri Agama Yaqut Cholil Choumas kembali mendapat kecaman warganet. Kali ini akibat pernyataannya baru-baru ini yang menyebut Islam adalah agama pendatang di Indonesia yang berasal dari tanah Arab. Karena itu, kata dia, Islam harus menghormati budaya yang ada di Indonesia. Akibat pernyataannya di podcast Deddy Corbuzier ini, Yaqut bahkan dianggap telah menistakan agama (Indeksnews.com, 1/11/2022).


Pernyataan Menag Yaqut tentang Islam agama pendatang dari Arab sebenarnya bukan hal baru. Sebelumnyapun  orang- orang liberal yang notabene Islam  sudah sering melontarkan pernyataan serupa. Seolah-olah mereka hendak memberi pesan bahwa adat-istiadat lebih terhormat ketimbang agama Islam. Hindu itu lebih dulu dari Islam. Kita harus berpegang teguh pada ajaran nenek moyang. Nauzubillsj mindzalik.


Jelas pernyataan-pernyataan ini tidak bernilai dan bahkan cenderung kontraproduktif. Alasannya: Pertama, bangsa Indonesia, khususnya umat Islam di negeri ini, jelas tidak mendapatkan manfaat apa-apa dari pernyataan Menag Yaqut bahwa Islam adalah agama pendatang yang berasal dari tanah Arab. Pasalnya, semua agama yang diakui di Indonesia—seperti Hindu, Budha dan Kristen—juga agama pendatang.. Menurut teori Arab (Makkah) Islam masuk ke Indonesia langsung dari Arab (Makkah) pada masa Kekhalifahan. Selanjutnya, yang lebih belakangan datang adalah Kristen. Kristen berasal dari Eropa. Kedatangannya dibawa terutama oleh kaum penjajah—Portugis, Belanda dan Inggris—yang datang menjajah di negeri ini.


Kedua, Islam telah menjadi agama mayoritas bagi penduduk Nusantara jauh sebelum Negara Indonesia berdiri tanggal 17 Agustus 1945. Karena itu Islam sebetulnya telah menjadi jatidiri bangsa Indonesia. Salah satu buktinya adalah peran besar umat Islam dalam melawan kaum penjajah di era penjajahan yang didasarkan pada spirit Islam, yakni jihad fi sabilillah. Itulah yang ditunjukkan oleh para pahlawan bangsa ini yang mayoritasnya berasal dari kalangan Islam. 


Ketiga, secara historis, kedatangan Islam diterima dengan baik oleh penduduk asli di Bumi Nusantara ini. Bahkan transformasi kekuasaan dari beberapa kerajaan yang sebelumnya bercorak Hindu/Budha ke tangan kesultanan-kesultanan Islam nyaris tak menimbulkan konflik sama sekali. Beberapa Kesultanan Islam tersebut—yang jejaknya masih ditemukan hingga kini—antara lain: Kesultanan Perlak (840-1292), Kesultanan Ternate (1257), Kesultanan Samudera Pasai (1267-1521), Kesultanan Gowa (1300-1945), Kesultanan Malaka (1405-1511), Kesultanan Islam Cirebon (1430-1677), Kesultanan Demak (1478-1554), Kesultanan Islam Banten (1526-1813), Kesultanan Pajang (1568-1586) dan Kesultanan Mataram Islam (1588-1680).


Islam adalah agama dakwah dan rahmat bagi seluruh alam. Allah SWT telah mengutus Rasulullah saw. untuk mengemban dakwah Islam ke seluruh umat manusia. Allah SWT berfirman:


وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا كَافَّةً لِلنَّاسِ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ


Tidaklah Kami mengutus engkau (Muhammad) kecuali untuk segenap umat manusia, sebagai pemberi kabar gembira dan peringatan. Akan tetapi, kebanyakan manusia tidak tahu (TQS Saba’ [34]: 28).


Allah SWT juga berfirman:


ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ


Serulah manusia menuju jalan Tuhanmu dengan hikmah (hujjah) dan nasihat yang baik serta debatlah mereka dengan cara yang lebih baik. Sungguh Tuhanmu lebih mengetahui siapa saja yang tersesat dari jalan-Nya dan siapa saja yang mendapatkan petunjuk (TQS an-Nahl [16]: 125).


Dengan metode penyampaian dakwah semacam ini, Islam disampaikan kepada umat manusia benar-benar tanpa paksaan. Mereka yang ikhlas dan mau berpikir akan mudah menerima dakwah Islam. Sebaliknya, mereka yang sombong atau di hati mereka ada penyakit dan tidak mau berpikir, mereka akan menolak dakwah Islam ini. Meski menolak, mereka tidak akan dipaksa untuk memeluk Islam


Inilah yang juga terjadi pada bangsa ini sejak era Walisongo berdakwah di negeri ini. Mereka didakwahi agar masuk Islam secara sukarela. Tanpa paksaan sedikit pun. Mereka pun secara sukarela meninggalkan segala bentuk tradisi dan budaya—yang bertentangan dengan Islam—tanpa ada paksaan sedikitpun. 


Dalam hal ini Rasulullah saw. bersabda, “Perumpamaan orang yang menegakkan hudud Allah dan orang yang melanggarnya seperti satu kaum yang mengundi tempat di perahu. Sebagian mereka di bagian atas dan sebagian lain di bagian bawah. Orang-orang yang ada di bagian bawah perahu, jika mengambil air, melewati orang-orang yang ada di bagian atas mereka. Lalu mereka berkata, “Andai kami melubangi tempat kami dan kami tidak perlu mengganggu orang-orang di atas kami.” Jika mereka membiarkan mereka melakukan apa yang mereka mau, niscaya mereka semua binasa, sebaliknya jika mereka menindak mereka niscaya mereka selamat dan menyelamatkan semuanya.” (HR al-Bukhari dan al-Baihaqi).


Karena itulah dakwah dan amar makruf nahi mungkar—termasuk kepada penguasa yang menyimpang—tidak selayaknya dicurigai apalagi dimusuhi atau selalu dikait-kaitkan dengan radikalisme bahkan terorisme. Sebabnya, dakwah dan amar makruf nahi mungkar diperlukan agar masyarakat dan terutama para penguasa tetap di jalur yang benar, sesuai dengan tuntunan Allah SWT dan Rasul-Nya. 


Demikian pula dakwah yang mengajak umat dan terutama penguasa untuk menerapkan syariah Islam secara kâffah di negeri ini. Tidak lain untuk kebaikan masyarakat, bangsa dan negeri ini. Sebabnya, Allah SWT mengutus Rasul-Nya dengan membawa risalah (syariah)-Nya adalah sebagai rahmat bagi seluruh umat manusia, bahkan dunia ini. Allah SWT berfirman: 


وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ


Tidaklah Kami mengutus engkau (Muhammad) kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam (TQS al-Anbiya’ [21]: 107).


Alhasil, daripada mengatakan agama Islam adalah produk impor, lebih baik belajar Islam lagi secara menyeluruh sehiingga paham bahwa dinnul Islam adalah agama terbaik dan tidak ragu untuk mendakwah Islam sehingga terwujud di tengah-tengah masyarakat. Wallahu a’lam bi ash-shawab 



Penulis pegiat literasi Islam

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama