![]() |
Yuni Oktaviani, S.Psi |
Oleh : Yuni Oktaviani, S.Psi
PERKARA tindak kekerasan dalam
rumah tangga (KDRT) tahun berganti tidak kunjung berhenti. Baru-baru ini
kembali marak kasus KDRT yang menimpa sebagian orang. Mirisnya, pelaku
kekerasan itu bukanlah orang asing, tapi malah orang terdekat seperti suami
atau ayah korban. Dimanakah fungsi qawwamah mereka terhadap istri atau
keluarga? Padahal Islam sangat menjaganya.
Diketahui seorang suami di Desa Kubang
Jaya, Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar, Pekanbaru, Riau, ditangkap polisi karena
menganiaya istrinya hingga tewas pada Sabtu (29/10/2022). Pelaku melakukan KDRT
terhadap istrinya dengan memukul dan membanting. Setelah itu, pelaku menyeret
korban dari samping rumah ke dapur. Kekerasan yang dilakukan pelaku itu
menyebabkan korban tewas. (kompas.com, 30/10/2022)
Diduga tindakan sadis ini dilakukan suami
karena istrinya yang bekerja, sering pulang marah-marah, sementara dirinya
tidak memiliki penghasilan yang cukup banyak. Tidak tahan selalu mendengar
ocehan kemarahan sang istri, suami tega memukul kepala dan menginjak tubuh
istrinya tersebut hingga lemas. (liputan6.com, 02/11/2022)
Beralih ke kota Depok, aksi kejam dan
biadab juga dilakukan seorang suami kepada istri dan anaknya di sebuah rumah di
Kelurahan Jatijajar, Kecamatan Tapos, Kota Depok, Jawa Barat. Kedua korban
diduga mengalami KDRT oleh kepala keluarga. Diduga pelaku adalah ayah kandung
atau suami korban.
Sang anak yang meninggal dunia mengalami
luka pada bagian kepala, leher, mata, dan beberapa jari yang terputus. Luka
tersebut membuat sang anak kehabisan darah dan meninggal dunia. Sementara istri
masih dalam kondisi kritis karena mengalami luka pada wajah dan badan.
(liputan6.com, 01/11/2022).
Angka Korban KDRT Kian Meningkat
Maraknya kasus KDRT membuat kita bergidik
ngeri. Terlebih, pelaku dari tindakan KDRT itu sendiri dilakukan oleh
orang-orang terdekat, seperti suami terhadap istrinya, ayah terhadap anaknya,
dan lain-lain.
Kekerasan ini pun terjadi tanpa kenal usia,
bahkan anak kecil yang belum berdosa pun bisa meregang nyawa. Sungguh betapa
kejam dan sadisnya.
Ketidakamanan menciptakan ketakutan yang
besar karena kejahatan merajalela bukan hanya terjadi di lingkungan luar rumah,
tapi bahkan di dalam rumah yaitu keluarga yang notabenenya memberikan
perlindungan. Namun kini, keluarga itu pun juga sudah terbilang tidak aman
lagi.
Berdasarkan data Kementerian PPPA, jumlah
kasus kekerasan terhadap perempuan pada periode 1 Januari 2022 hingga 21
Februari 2022 tercatat sebanyak 1.411 kasus.
Sementara, sepanjang tahun 2021 terdapat
10.247 kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan dengan jumlah korban
10.368 orang. (polri.go.id, 01/10/2022)
Sementara untuk di Riau sendiri pada tahun
2021 terjadi sebanyak 143 kasus kekerasan, meningkat 40 kasus dibanding tahun
2020. Kebanyakan korban dari KDRT ini dialami oleh perempuan dan anak-anak.
(republika.co.id, 30/07/22).
Artinya tindak kekerasan yang terjadi
mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, dan seringnya dialami oleh perempuan
dan anak-anak dimana mereka adalah makhluk
lemah, yang semestinya dilindungi dan dipelihara hak-hak kehidupannya.
Kapitalisme Biang Maraknya KDRT
Kekerasan yang kerap dilakukan oleh suami
maupun ayah ini kian hari kian meresahkan saja. Tentu saja tingginya beban
hidup, dan lemahnya kemampuan mengendalikan diri menjadi salah satu faktor
penyebab.
Suami yang semestinya menjaga dan mengayomi
keluarga berubah beringas karena himpitan ekonomi yang ganas. Sedangkan peluang
untuk mendapatkan pekerjaan malah sulit di sistem kapitalis yang keras.
Kapitalisme jelas melahirkan kemiskinan.
Tak jarang ditemui istri dipaksa secara sistemik keluar rumah untuk mencari nafkah karena penghasilan
suami tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.
Hubungan antara suami dan istri hanya
disibukkan dengan urusan mencari materi saja. Pantas jika keadaan stres di
lingkungan sosial begitu kental terasa. Interaksi semakin tidak sehat, amarah
pun terpancing begitu mudahnya. Akal sehat pun seringkali hilang dan tega
melakukan kejahatan hingga membuat nyawa orang lain melayang.
Sedihnya malah suami pelakunya. Perannya
sebagai qawwamah (pemimpin) dalam keluarga hilang. Penyebabnya tidaklah
sederhana. Kehidupan sekuler kapitalis membuat individu jauh dari kata 'takwa'.
Hingga menjadikan KDRT sebagai tontonan dan kewajaran, tanpa sanksi yang
menjerakan, dan tanpa pendidikan.
Islam Kaffah Beri Solusi
Di dalam kehidupan privat atau rumah
tangga, perempuan dimuliakan dengan menjadi istri, ibu, bibi, nenek, dan semua
peran mereka di dalam rumah tangga. Mereka memiliki hak mendapatkan ketenangan
hidup bersama suami dan anak-anaknya.
Karena itu, suami wajib bersikap baik,
santun, lemah lembut, dan memberi perhatian penuh kepada istrinya. Ibu dan
istri harus diberi nafkah yang cukup dan tidak boleh dibebani dengan kewajiban
nafkah.
Paling penting, suami sebagai kepala
keluarga wajib memastikan dirinya dan keluarganya terhindar dari neraka.
Sebagaimana Allah sebutkan dalam QS. At-Tahrim ayat 6 yang artinya, "Wahai
orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakunya adalah manusia dan batu".
Dari peran-peran yang telah disebutkan di
atas menunjukkan kepemimpinan seorang suami terhadap istri atau keluarga yang
dibinanya. Dibuktikan dengan Kalam Allah dalam QS. An-Nisa ayat 34 yang
berbunyi 'arrijalu qawwamun 'alan-nisa', artinya kaum laki-laki itu adalah
pemimpin bagi kaum wanita.
Menurut Imam Ath-Thabari, maksud ayat ini
adalah bahwa laki-laki merupakan pelindung (pemimpin) bagi kaum perempuan dalam
mendidik dan mengajak mereka kepada apa yang telah diperintahkan oleh Allah
SWT. Kaum laki-laki beserta keutamaannya yang diberikan oleh Allah merupakan
pelaksana (pengemban) tugas dari-Nya untuk kaum perempuan.
Semua itu akan terlaksana dalam penerapan
Islam kaffah, dimana negara akan mengontrol setiap warga negara dalam
menjalankan kewajiban hidupnya. Pelanggaran kehormatan, kekerasan domestik, dan
penganiayaan terhadap perempuan adalah perkara-perkara yang dilarang dalam
Islam.
Peran negara sangat besar dalam
mempertahankan fungsi qawwamah para suami diantaranya :
Pertama, menyediakan kurikulum pendidikan
yang menyiapkan murid laki-laki mampu menjalankan kewajiban sebagai kepala
keluarga, paham kewajiban nafkah, menggauli istri dengan baik, yang dilandaskan
pada keimanan yang kokoh dan terikat dengan hukum-hukum Allah SWT.
Kedua, negara juga harus menyediakan kurikulum
untuk pengembangan skill agar laki-laki memiliki keterampilan dalam bekerja.
Ketiga, negara juga harus mendidik kaum
perempuan agar mampu menjadi seorang ibu dan istri yang baik dalam mendidik
anak, mengelola rumah tangga, dan tugas terkait lainnya.
Keempat, negara berkewajiban mengelola
sumber daya alam yang menjadi milik umum sesuai ketentuan Islam, dalam rangka
menyiapkan lapangan kerja dan memenuhi kebutuhan kolektif masyarakat.
Oleh karena itu, negara dalam bingkai
penerapan Islam kaffah akan mampu memberikan kesejahteraan kepada rakyatnya
serta kepemimpinan (qawwamah) kaum
laki-laki sebagai suami dan kepala keluarga akan senantiasa terjaga. Wallahu
a'lam bish-shawab.***
Penulis, pegiat literasi Islam,
Pekanbaru-Riau
Posting Komentar