Akademisi Sebut Gaya Kepemimpinan Heru Budi Ugal-ugalan

Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono.


RIAUEXPRES.COM - Pengamat politik dan akademisi Universitas Al Azhar Ujang Komarudin menyoroti gaya komunikasi Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono dengan media yang dinilai kurang bagus dan harus diperbaiki.


“Soal komunikasi dengan media masih kurang cukup, kurang bagus,” kata Ujang saat dihubungi Tempo, Ahad, 6 November 2022.


Kalau kebijakannya bagus, kata Ujang, komunikasi Heru Budi dengan media pun akan bagus. 


“Tapi karena kebijakannya serampangan, ‘hajar sana-sini’, maka sulit untuk bisa secara objektif menjelaskan kepada media dan media pun, tentu akan banyak catatan kritis kepada Heru,” ujarnya.


Dia menilai Heru harus memperbaiki gaya komunikasinya dengan media agar ia bisa menyebarluaskan berbagai kebijakan dan masyarakat bisa mengetahui dengan jelas, sehingga tidak menimbulkan pergesekan atau perselisihan dengan pembuat kebijakan jika tidak sesuai dengan harapan warga.


“Gaya komunikasi harus dipebaiki karena media itu penting untuk menyebarluaskan kebijakan-kebijakan Heru maupun menjadi jembatan aspirasi dari publik kepada Heru,” kata dia.


Selain itu, keberadaan media diperlukan Heru Budi dalam memimpin Jakarta. “Media juga penting dalam konteks memberikan masukan-masukan, kritikan-kritikan dari warga Jakarta kepada Heru. Sampai saat ini, komunikasinya masih belum pas, belum sesuai, maka harus diperbaiki,” katanya.


Ujang juga menilai kepemimpinan Heru Budi ugal-ugalan. Sebab, belum lama menjabat, Heru mencopot Dirut MRT Jakarta Mohamad Aprindy tanpa adanya penjelasan dan proses evaluasi.


“Saya melihatnya, secara kepemimpinan ugal-ugalan. Secara obyektif, saya sebagai pengamat, sebagai akademisi melihatnya ugal-ugalan. Kenapa ugal-ugalan? Dirut MRT Jakarta, misalkan tanpa dievaluasi terlebih dahulu, tanpa dilihat kesalahannya dulu, belum lama Heru dilantik, lalu dicopot,” kata Ujang.


Kepemimpinan Heru Budi, kata dia, dinilai ugal-ugalan, tidak terkonsep, dan tidak jelas karena untuk mengubah birokrasi dan mengganti pimpinan suatu organisasi memiliki prosedur.


“Birokrasi juga dirotasi. Ini menandakan bahwa kepemimpinannya ugal-ugalan, tidak terkonsep, tidak jelas. Semestinya, birokrasi, BUMD, itu kan dicek dulu, dinilai dulu, dilihat dulu, dievaluasi dulu secara menyeluruh apa kekurangannya, apa kelebihannya, untung atau rugi,” ujarnya.


Menurutnya, sikap Heru Budi yang mengganti orang-orang Anies Baswedan tidak seharusnya dimiliki seorang pemimpin. 


“Dari hasil evaluasi, bolehlah mengganti. Ini, kan ‘hajar’ aja karena mungkin bukan orang dia, orangnya Anies, Gubernur sebelumnya, makanya ‘disikat’, ‘dihabisi’. Ini yang tidak boleh,” kata dia.***

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama